Senin, 28 November 2011

' Kotak kecil beralirkan listik '

   Halaman ini adalah sudut dari seorang bajingan kecil yang bertahan hidup. Aku tidak serta merta menyebutnya dengan sebutan ini. Dia adalah wanita kecil yang ku kenal saat aku berjalan menelursuri jalanan pelik di Kota kelahiranku. Berapa hari ini aku melihatnya dalam ruang kecil tak bersekat, salah satu sudut tempatku menghilangkan penat. Aku duduk terdiam memandangi mereka yang berebut sebuah kotak kecil. Itu adalah kotak beralirkan listik yang ku sebut dengan nama televisi. Memang benar itu namanya, tapi aku menuliskan lain.. "kotak kecil beralirkan listik". Aku terus memandangi mereka yang sedang makan dan berebut kotak itu. Sebuah kebersamaan dua anak manusia yang sangat bersahabat. Tak satupun dari mereka yang bercakap - cakap denganku. Aku ? yah aku... 

   Aku pikir sedikit saja ruang gerakku di tempat ini. Aku hanya seorang diri datang dengan kendaraan berbahan bakar bensin. Ya... tentu saja hanya beroda dua. Seorang wanita kecil melihatku dengan tatapan kosong. Aku dengan tiga buah permen ditanganku, aku bergegas menghampirinya.

"Ini satu permen kopi untukmu anak manis....." aku mulai membuka percakapan.

"Terimakasih" jawab anak itu.

  Tak banyak kata - kata yang ia ucapkan kepadaku. Aku memang sering melihatnya di sudut trafict light, tapi tetap saja aku adalah orang asing baginya. Terus saja ia memandangiku hingga seorang ibu datang menghampirinya. Ibu.. yahh.. aku mengira kalau dia adalah orang tua dari anak ini. Ternyata fikiran ini seolah tidak dibenarkan dengan pandangan mata seorang wanita kecil di sampingku. Ternyata ibu ini adalah presiden besar dalam dunianya. Dia adalah seorang penipu........... hati - hati jangan pernah mempercayai kasih sayangnya yang palsu. Aku terus - dan terus memandanginya, hanya sedikit saja bajingan ini memperlihatkan matanya yang tajam sembari mengendongnya. Aku membiarkannya pergi.....

  Aku sedikit terlelap karena siang itu angin begitu bersahabatnya. Mataku hampir saja terpejam dalam keheningan taman ini. Dengan kendaraanku, aku bergegas pulang menuju rumah. Dalam perjalanan inilah aku menemukan bajingan ini lagi. Dia bersama seorang wanita kecil dan anak manis yang sedikit bercakap denganku. Ohh Tuhan, bukankan Engkau menciptakannya untuk tersenyum bahagia ? Inilah sedikit caraMu agar aku bersyukur. Salah besar !!! Sama sekali aku tidak dapat menyelamatkan mereka. Dimana hati nuraninya saat bajingan ini menyuruhnya meninta - minta. Apa bedanya dengan budak pada jaman Fir'aun ? Aku fikir hanya beda jaman dan waktu saja.

  Tuhan.. betapa melaratnya bangsa kami, seorang wanita kecil dan anak manis ini harus jadi korba mereka para presiden yang haus dan lapar. Bagaimana ini bisa terjadi ? Bangku sekolahan berwarna hijau itu tak lagi memperdulikan nasib mereka. Wahai engkau yang benaung di bawah gedung hijau... lihatlah mereka yang menangis tersiksa karena bajingan ini. Tidakkah engkau semua yang mempunyai lemari besi bertuliskan dollar akan menyentuh mereka ??

  Halaman hidup dari bajingan yang berkedok hati nurani sama sekali tidak aku benarkan keberadaannya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar