Jumat, 23 Desember 2011

Aku Tertawa


Pantai jimbaran nan elok
Villa mimpi nan sunyi
Dan wangi dupa nan harum

Apa yang ada di dalam pikiranmu ?
Aku memeluk senja di sore ini
Di atas terlihat jiwa yang tangguh
Tapak kaki solah menapak
Selangkah dan melangkah pasti !
Pasir nan putih terbang dan bergelut dengan ombak

Dimana nyawaku ?
Sedikit saja aku bernafas
Melayang lepas kehamparan samudra hindia
Ini bukan jawa kataku !
Lalu ? ini Bali !!

Hamparan jiwa yang terhalang badai lautan
Pandangan mata yang terbatasi jangkar kapal
Suara yang hanya berhenti di ternggorokan saja
Lalu ? dimana kebahagiaan ini berlalu ?

Logika dan batin sedikit memberontak !
Aku makan saja ayam betutu
Toh perut ini akan tertidur dibuatnya
Aku akan tertawa lepas diujung pantai ini
Aku tertawa
Hahahahaha......

Inilah jiwaku yang akan ku temukan
Inilah jiwaku yang sejajar dengan hawa alam
Inilah jiwaku dengan roh yang ada didalamnya
Jiwa ku jiwa dengan roh kebahagiaan.....


Jimbaran 19.12.2011


Sabtu, 03 Desember 2011

"MULUT MU HARIMAU MU"

Selamat pagi duniaku...
Ku sandarkan kepala ini dipangkuanmu
Mataku..
Mataku tidak akan pernah terpejam lagi !
MatahariMu sudah membangunkan semangatku
Kau cubit aku dengan raungan burung..

Selamat pagi duniaku...
Urat nadiku bergerak berirama
Jemariku menari olehnya
Dihadapanku, kau datang dan menantangku !

Kemari....
Suratmu sudah lapuk dimakan usia !
Jamanmu tak lagi berjanji..
Bangsat !!!!

Ucapkan lagi perkataanmu
Keluarkan dan jilat kembali
Cium juga kotoranmu yang bau
Kelak kau akan tau arti sebuah kata

"MULUT MU HARIMAU MU"

Selasa, 29 November 2011

Garuda di dadaku, Malaysia di perutku !

" Idealism is the doctrine that ideas, or thought, make up either the whole or an indispensable aspect of any full reality, so that a world of material objects containing no thought either could not exist as it is experienced, or would not be fully “real.” "

  Sebuah kalimat aku temukan dalam wikipedia yang dalam terjemahan berarti :
Idealisme adalah doktrin bahwa ide-ide, atau pikiran, membuat baik keseluruhan atau aspek tak terpisahkan dari setiap realitas yang penuh, sehingga dunia benda-benda yang mengandung berpikir tidak baik tidak bisa eksis seperti yang berpengalaman, atau tidak akan sepenuhnya "nyata . "

  Aku tidak ingin membuat skema kesimpulan untuk sebuah kata yang ku artikan diatas. Seorang idealis tak ubahnya seekor gajah dengan gadingnya yang besar tapi dia tidak menggunakannya sama sekali. Biarkan ini mengalir saja, seperti arusnya tapi jangan sampai terhanyut juga. "Ngeli tur ojo keli" inilah cuplikan untuk seorang idealis. Ini menyangkut perdebatan pelikku tadi siang di sudut kota. 

  Aku dan dua orang ini berdebat mengenai pembantaian orang utan. Sedemikian kolotnya manusia - manusia serakah ini. Akan tetapi mereka sangat membutuhkannya. Lalu untuk apa susunan kabinet hijau dibentuk ? Untuk apa seorang presiden memimpin negeri ini kalau kesejahteraan masih saja menjadi perdebatan kolot dan menggigil diantara manusia ujung perbatasan ? Bayangkan puluhan orang utan dibantai hanya untuk mendapatkan upah yang tidak layak. Apa ini adil ?

Kami terus menerus membicarakan topik ini. 

  Satu jam berselang.. kami tidak mendapatkan apa - apa. Hanya saja pikiranku masih saja tertuju pada kata "garuda di dadaku". Apa kata - kata ini masih berlaku bagi mereka diujung sana ? hah ! Aku rasa tidak, yang ada hanya kata "Garuda di dadaku, Malaysia di perutku". Sangatlah terenyuh hati ini. Bagaimana tidak, mereka yang tinggal diujung perbatasan seperti tidak tersentuh kesejahteraan oleh mereka yang berada di atas. Memang benar sudah ada supply kebutuhan pokok tapi masih saja tidak mencukupi. Mereka tentu saja memilih perut kenyang daripada harus menunggu setia dengan hati. 

  Aku manusia biasa, kalau aku menghadapi dua buah pilihan "Jauh atau dekat" pasti aku akan memilih dekat. Negara mereka membayangi negeri ini. Negeri yang kaya akan hamparan luas alamnya tetapi miskin hati nuraninya. Apa ? Apa yang kalian proteskan ? Ini sudah menjadi rahasia umum.

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” – Bung Karno

Dan hargailah perjuangannya untuk memepersatukan nusantara raya. Selembar kain putih bernoda darah perjuangannya.... 

Senin, 28 November 2011

' Kotak kecil beralirkan listik '

   Halaman ini adalah sudut dari seorang bajingan kecil yang bertahan hidup. Aku tidak serta merta menyebutnya dengan sebutan ini. Dia adalah wanita kecil yang ku kenal saat aku berjalan menelursuri jalanan pelik di Kota kelahiranku. Berapa hari ini aku melihatnya dalam ruang kecil tak bersekat, salah satu sudut tempatku menghilangkan penat. Aku duduk terdiam memandangi mereka yang berebut sebuah kotak kecil. Itu adalah kotak beralirkan listik yang ku sebut dengan nama televisi. Memang benar itu namanya, tapi aku menuliskan lain.. "kotak kecil beralirkan listik". Aku terus memandangi mereka yang sedang makan dan berebut kotak itu. Sebuah kebersamaan dua anak manusia yang sangat bersahabat. Tak satupun dari mereka yang bercakap - cakap denganku. Aku ? yah aku... 

   Aku pikir sedikit saja ruang gerakku di tempat ini. Aku hanya seorang diri datang dengan kendaraan berbahan bakar bensin. Ya... tentu saja hanya beroda dua. Seorang wanita kecil melihatku dengan tatapan kosong. Aku dengan tiga buah permen ditanganku, aku bergegas menghampirinya.

"Ini satu permen kopi untukmu anak manis....." aku mulai membuka percakapan.

"Terimakasih" jawab anak itu.

  Tak banyak kata - kata yang ia ucapkan kepadaku. Aku memang sering melihatnya di sudut trafict light, tapi tetap saja aku adalah orang asing baginya. Terus saja ia memandangiku hingga seorang ibu datang menghampirinya. Ibu.. yahh.. aku mengira kalau dia adalah orang tua dari anak ini. Ternyata fikiran ini seolah tidak dibenarkan dengan pandangan mata seorang wanita kecil di sampingku. Ternyata ibu ini adalah presiden besar dalam dunianya. Dia adalah seorang penipu........... hati - hati jangan pernah mempercayai kasih sayangnya yang palsu. Aku terus - dan terus memandanginya, hanya sedikit saja bajingan ini memperlihatkan matanya yang tajam sembari mengendongnya. Aku membiarkannya pergi.....

  Aku sedikit terlelap karena siang itu angin begitu bersahabatnya. Mataku hampir saja terpejam dalam keheningan taman ini. Dengan kendaraanku, aku bergegas pulang menuju rumah. Dalam perjalanan inilah aku menemukan bajingan ini lagi. Dia bersama seorang wanita kecil dan anak manis yang sedikit bercakap denganku. Ohh Tuhan, bukankan Engkau menciptakannya untuk tersenyum bahagia ? Inilah sedikit caraMu agar aku bersyukur. Salah besar !!! Sama sekali aku tidak dapat menyelamatkan mereka. Dimana hati nuraninya saat bajingan ini menyuruhnya meninta - minta. Apa bedanya dengan budak pada jaman Fir'aun ? Aku fikir hanya beda jaman dan waktu saja.

  Tuhan.. betapa melaratnya bangsa kami, seorang wanita kecil dan anak manis ini harus jadi korba mereka para presiden yang haus dan lapar. Bagaimana ini bisa terjadi ? Bangku sekolahan berwarna hijau itu tak lagi memperdulikan nasib mereka. Wahai engkau yang benaung di bawah gedung hijau... lihatlah mereka yang menangis tersiksa karena bajingan ini. Tidakkah engkau semua yang mempunyai lemari besi bertuliskan dollar akan menyentuh mereka ??

  Halaman hidup dari bajingan yang berkedok hati nurani sama sekali tidak aku benarkan keberadaannya...

Hidup adalah bernafas saat tertawa

  Dari mana aku memandangnya ? Sebuah sudut yang bahkan tidak dapat terlihat oleh mata telanjang sekalipun. Hari ini tidak seperti biasanya, benar - benar berbeda. Jingga yang biasanya menyelimuti pandanganku, hari benar - benar menjadi sebuah prolog baru. Aku, Pipin, dan Agnes.... kami bertiga berteman sejak masih duduk di bangku persekolahan. Seolah waktu yang tak mau mengenal arah, kami tak ubahnya sebuah perkumpulan canda dan tawa. Inilah yang kami namakan hidup, tiada hari tanpa tertawa. Tak jarang kami menyadari bahwa awan mendung sering kali menyelimuti mata kami, akan tetapi kami hanya butuh waktu sedikit saja untuk menghilangkannya. Bukankah ini terlihat biasa saja ?

   Apa yang kalian perhitungkan ? Seberapa tulus manusia yang ada disamping kalian saat ini ? 50 % dari 100% mereka penuh perhitungan. Ini bukan kebohongan dalam sebuah artikel atau sebuah tulisan. Aku melihat dan merasakannya, sedikit pikiran busukku tentang manusia. Sedikit ulasan yang aku temui dalam dirinya, seseorang yang selalu mengirimkan pesan kedapaku. Hanya sedikit sekali yang ada dalam ingatanku. Dia seorang manusia yang terlihat mati konyol dalam pikiranku. Datang tiba - tiba dan pergi tanpa tiupan angin. Seperti hilang ditelan bumi... Hal buruk menimpaku,praduga tak bersalah dalam hukum alam. Hanya saja aku tetap setia dengan tawa lebar ini. Kami bercerita dan menceritakan hal - hal konyol. Dan dimulailah hari ini dengan irama keras dari sebuah ruangan di rumah Agnes. Rujak dan buah rambutanpun seolah layu mendengar tawa kami yang sangat keras.


"A B C D dan cerita kami berakhir".

  Mulai mecari pilihan lain, berkeliling sudut demi sudut desa. Aku dengan kamera pocketku seolah tak mau melewatkan sudut demi sudut desa ini. Desa yang berada diujung utara kota kami ini terlihat sangat asri dan begitu bersahabat. Tuhan seolah menjaganya agar selalu hijau. Kami berputar mengelilingi persawahan di desa ini. Sebuah potret alam yang sangat indah. Ini mengingatkanku pada sebuah ingatan kecil tentang kampung halaman Ayah dan Ibuku. Hampir sempurna sekali pemandangan alamnya.

  Aku tidak ingin kehilangan setiap moment dalam sudut ini. Silih berganti kamera ini merekam aktivitas kami. Yah.. seperti biasanya, tanpa komando skrip Opera televisi diputar. Kami tertawa terbahak - bahak di area persawahan ini, hampir saja aku dan pipin terjatuh saat melintasi subuah blok kecil skat padi. Hahahahahahahahahahahahahahhaahhahahahahahahahhahahahahahahhahahha
hidup adalah bernafas saat tertawa. Sederhana sekali tawa kami. Sederhana sekali hidup ini. Sederhana sekali mukaku. Sederhana sekali mukamu. Sederhana sekali tulisan ini. Sederhana sekali fikiranku. Lalu apalah arti sebuah kata dalam iklan ? 



" Ini ceritaku, Apa ceritamu? ".....
HAHAHHAHAHAHAHHAHAHAHHAH

Jumat, 25 November 2011

" Intermezo Kopi Susu "

" Pagi ini aku kembali menyentuh mesin ketikku, terdiam sembari membaca dan meminum kopi. Aku masih saja mengingat tulisan teman dalam facebooknya, sepertinya hampir sama dengan apa yang aku tulis tadi malam. Berfikir tentang keberadaan budaya dan agama yang saling terkait dan berkaitan. Tidak dapat ku pungkiri bahwa aku hanya manusia biasa yang masih binggung dengan keberadaanNya. "Sebenarnya siapa Dia ?" Apa yang kami percaya belum sesungguhnya aku mengerti. Aku bukan seorang atheis yang netral. Antara sejarah masa lalu dengan kepercayaanku, kepercayaannya, dan kepercayaan mereka, semua hampir saling berhubungan. Bahkan ajaran yang mereka ajarkan tentang ajaran dharma membuatku tersentuh. Lalu mana yang disebut dengan kepercayaan ? Aku masih saja membandingkan dan mencarinya. Masih saja mata ini tertuju untuk membaca sejarah perkembangan agama. Tentu sekarang ini yang aku fikirkan adalah "bukankan semua aturan Tuhan dituliskan dalam kertas melalui manusia ?" sepele tetapi otakku seakan tak sanggup memikirkannya. Budaya melanggar dan mengabaikan sudah saja menjadi rutinitas dalam kehidupan sehari - hari di dunia ini. Siapa yang mau menyangkal ini ? bahwasanya ada saja yang menyadari bahwa ucapan ini benar.

 Aku merasa nyaman ketika bau wewangian alam hadir kedalam ruanganku. Seperti saat aku merasakan hidup dan bersentuhan dengan alam, alam yang dengan keramahannya mengajariku untuk mengenal lebih jauh tentang kehidupan dan keheningan. Disanalah aku belajar untuk menghargai dan berterimakasih kepada Sang Pencipta. Aku selalu merindukan tempat itu, tempat dimana aku menghargai mereka yang sedang berdoa. Dua keyakinan berbeda yang sangat membuatku tersentuh. Dia dan Mereka yang telah mengajarkanku akan banyak hal. Mutiara hidup manusia jawa....

  Kehidupan pewayangan yang hampir sama dengan kehidupan manusia dalam pikiranku. Ya.. ini memang kenyataan yang diukir dalam kulit dan diawetkan menjadi sebuah wayang. Pada zamannya, dia mengajarkan bagaimana kami harus bersikap. Seiring berjalannya waktu, kulit keriputnya tak lagi dilirik oleh kami manusia modern. Sebenarnya dialah yang tampak sedemikian sempurnanya hingga tidak seorangpun mampu mengubah jalan cerita yang telah dibacakan oleh seorang dayang sekalipun. Dalam satu garis kepercayaanpun dia tidak pernah berganti cerita. Dia masih sama dengan kenaturalannya mengajarkan kami mengenai dharma. Ini tentu bukan sebuah keyakinan tapi ini adalah sebuah sejarah dan juga ajaran dalam kehidupan itu sendiri. 
  Lalu bagaimana aku bisa menarik kesimpulannya ? ... Bukankah ini sangat sulit sekali untuk dibedakan ? Sebagian dari mereka sering saja salah dalam mengartikannya. Ajaran adalah Ilmu bekal, dan Keyakinan adalah perasaan percaya akan suatu Dzat yang setiap orang akan mempunyai pendapat berbeda untuk mengartikannya. Tak jarang dalam acara forum masih saja mereka yang berlainan mengunjingkan apa yang sesungguhnya bukan hak mereka di muka umum. Slentingan dari kelompok satu kepada kelompok lain tak ubahnya sebagai bahan untuk mendapatkan simpatik saja. Boleh saja terjadi, itu hak mereka. Tetapi fikirkan, kita bersaudara... jangan hancurkan persaudaraan yang terjalin indah ini dengan noda yang kalian ucapkan. Sungguh aku merasa iba kepada manusia ini. Dia tidak mempunyai kreatifitas dan topik untuk bercakap - cakap di muka umum. Maaf, ini adalah intermezo didalam otakku. Bukan berarti aku menghina siapa aku dengan keyakinan yang aku sendiri tidak mengetahuinya. 

  Ini sama sekali tidak ada keterkaitan anatara isi dan judul. Hanya saja aku menulis dengan emosi dan penglihatan mata saat aku meminum secangkir kopi susu. Begitu nikmatnya tulisan ini.. "hanya aku yang memujinya".. Tak ubahnya sebuah karya yang tolol namun begitu manis. Sependek otakku yang tidak akan pernah menghasilkan ide brilian. "

Selasa, 22 November 2011

Schulerin

 Ini adalah aku "schulerin". 
"schulerin".. sebuah kata dalam bahasa Jerman yang berarti murid perempuan. Seorang kakak memanggilku dengan sebutan itu ketika aku masih duduk di bangku sekolah. Lihat... aku lebih besar dibandingkan dua teman disisiku. Seseorang yang berada diujungku dengan rambut panjang adalah Elok, dan yang berada disampingnya adalah Desi. Kami adalah teman dalam satu kelas pariwisata di sekolah kejuruan.

 Di kelas itu kami belajar bahasa Jerman dengan dua orang volunteer. Moritz dan Camilla. Dua orang ini dengan sangat interest mengajarkan bahasa Jerman yang baik kepada kami. Mereka dapat menarik minat kami untuk lebih giat belajar dan mendapatkan nilai yang baik. Aku sedikit menahan tawaku. Aku tertawa dan berkata "aku tidak mau di Foto.." akan tetapi Moritz masih saja sibuk dengan kameranya dan tanpa aku sadari foto ini telah ada. Aku melihat foto ini sudah berada di dalam facebook.

Aku berkata ini "Sebuah Televisi"

"  Sebuah kehidupan di mulai, Kamis 25 Juni 1992. Hari itulah aku dilahirkan di dunia, hari itulah seorang ibu berjuang mempertaruhkan nyawanya demi seorang bayi mungil. Ayu... begitulah orang memanggilku. Nama panggilan dari seorang nenek tua yang tinggal tak jauh dari rumahku. Ayah dan ibuku begitu menyayangiku, dengan penuh kehangatan mereka merawatku. Ibu yang disetiap harinya menimangku, menjagaku hingga aku tertidur. Rengekan tangisanku seoalah bukan menjadi lelahnya. Nenek pun begitu menyayangiku dan ikut serta merawatku. Ini benar - benar kehidupan yang diberikan oleh Tuhan.

Bagaimana aku harus menceritakan ini ? Sebuah cerita yang awalnyapun aku tidak mengetahuinnya. Secarik harapan untuk ini semua, untuk terus berusaha bercerita. Dan aku mulai ketika umurku hampir genap 4 tahun, tanggal 25 Juni 1996. Hari itu aku menunggu ayah datang dan mengucapkan selamat ulang tahun untukku. Tapi sayang sekali, ayah yang akku tunggu - tunggu tidak kunjung datang menemuiku. Ayah... aku begitu menyayanginya... Hari itu aku tersadar kalau ayah tidak lagi ada untukku, dia sudah 1 minggu terbaring di pusarannya. Dia tertidur untuk waktu yang cukup lama. Dia benar - benar pergi tepat 1 minggu sebelum hari bahagiaku, 16 Juni 1996 untuk selamanya. Aku masih ingat apa yang ayah hadiahkan untukku pada waktu itu. Sebuah televisi tebagus pada jamannya, yahh.. benar aku bilang bagus pada jamannya. Sudah lama aku menginginkan televisi ini.

Dulu ketika ayah belum membelikannya, aku sering tidak mau pulang dari rumah tetangga karena di rumahku tidak ada televisi. Televisi kami diberikan kepada kakak - kakakku yang tinggal di rumah nenek. Itulah alasan kenapa aku menginginkan televisi. Seiring berjalannya waktu, televisi tersebut mulai rapuh dimakan usia. Sudah lama sekali, bahkan monitor komputer yang dulunya sering aku pakai ngedit foto, sekarang menjadi pengganti televisi yang telah usang. Sekarang ini aku hanya bisa memandangi televisi itu, berharap untuk melihat acara tv bersama ayah. Teringat sebuah kenangan bersama ayah dan ibu ketika melihat acara tv, aku selalu menunjuk iklan yang aku sukai. Aku selalu berkata kepada mereka "aku mau beli itu....." kataku kepada ayah". 

Potret Wajahku

" Ini adalah potret wajahku dalam masa kecil, ini sekitar tahun 1993. Aku tidak begitu mengetahui dimana pastinya gambar ini diambil dan dicetak. Aku melihatnya seperti aku dengan wajah lucu dan menggemaskan, mungkin begitu juga Ayah dan ibu pikirkan. Aku dapat melihat diriku yang belum tersentuh moderenisasi, bahkan baju dan sepatuku masi era 80an. Ini sangat lama sekali, begitu sederhananya aku dalam gambar ini. Mengenang foto dalam masa dan usia yang berbeda. Di dalam gambar ini, aku tak ubahnya seorang anak kecil yang belum mengerti apa - apa. Aku dengan kulit yang bersih dan rambut coklat yang bukan seorang anak bule. Dengan gelang dan kalung pemberian almarhum ayah yang sampai sekarang hanya tinggal kenangan. Aku tidak tahu dimana barang berharga tersebut berada. Dan hanya dalam gambar ini aku mengenang pemberiannya. Ya.. ini sangat membuatku sedih dan sedikit kehilangan kenangan tentang ayah.

Ini adalah potret wajahku yang sekarang aku abadikan dengan setetes tinta pada tangan kiriku. Tinta yang mengotori kulit yang dulunya memang benar - benar bersih. Dimasa yang berganti inilah selalu aku melihatnya sebagai kenangan mengenai almarhum ayah. Sudah lama sekali aku ingin menorehkannya dalam kulitku. Kenangan tentang hidup ini yang tidak akan pernah terhapus hingga akhir hayatku. Kalaupun itu foto mungkin akan usang dimakan waktu, tetapi kulit ini aku keriput dimakan usiaku yang semakin lama semakin berkurang. Yah.. itu bukanlah suatu permasalahan besar dibandingkan jika aku harus kehilangan kenangan indah potret wajahku sendiri. Akan ku katakan pada ayahku di surga, "Ayah, inilah putrimu yang sekarang, kau tidak akan pernah membuatnya kembali ke masa kecil bersamamu". Dan akan ku katakan pada masa depanku "Kenangan masa kecil adalah bagian dari masa tua yang hingga akhir hayat harus selalu abadi".

Oemah No. 187

" Oemah No. 187 terletak di Jl. Imogiri timur Yogyakarta. Rumah ini adalah rumah yang sangat bersejarah bagi ku pribadi. Aku lahir dan dibesarkan di rumah ini, rumah yang menurut kami tidak begitu indah namun penuh kehangatan. Almarhum Ayah menempati rumah ini pada tahun 1990, waktu itu aku masih berada di pangkuan Tuhan. Aku terlahir pada tahun 1992, tepatnya 2 tahun setelah almarhum Ayahku menempatinya. Selain menjadi tempat berlindung kami, rumah ini juga sebagai ladang bagi kami. Ladang yang mencukupi segala kebutuhan kami. Di rumah ini aku tinggal bersama Ayah dan Ibuku saja, keempat Kakakku tinggal bersama nenek di desa. Dulu, disekitar rumah ini tak ubahnya sebuah desa dan persawahan tempat dimana aku bermain bersama teman - teman masa kecilku. Namun saat ini semuanya berubah seiring kemajuan jaman. Persawahaan yang dulu sangat sejuk berubah menjadi bangunan besi - besi dan beton, tak ubahnya sebuah istana negara bagi mereka yang mempunyai uang dan kekuasaan. 

Aku, Ayah, dan Ibu banyak mengabiskan waktu di rumah ini. Kami biasanya duduk di Warung depan rumah kami yang sampai sekarang juga masih ada. Berlari dan bercanda dengan mereka, itulah aku dimasa kecilku. Bagiku rumah ini seperti sebuah museum yang menyimpan sejarah disetiap sudutnya. Mulai dari kamar, warung, halaman samping, bahkan toilet yang kini sudah berpindah tempat menjadi suatu hal yang sangat sarat dengan ingatanku akan masa kecil. Dulu di halaman belakang rumah ini terdapat sebuah kadang ayam dan bebek. Disanalah ayah selalu menyanyikan lagu untukku, lagu dalam bahasa jawa yang sampai sekarangpun aku masih mengingatnya. Ada juga kenangan yang sedikit miris di rumah ini, waktu itu aku masih berumur sekitar 2 tahun. Ibu membuka jendela kamar, aku berada di tempat tidur. Saat ibu keluar untuk mengambilkanku minum, aku beranjak mendekati jendela tersebut hingga tak ku sadari bahwa sebenarnya aku mendekati bahaya. Ya Tuhan, aku terjatuh ke bawah, aku terjatuh melompati jendela itu. Ayah sangat marah sekali karena kelalaian ibu yang membuatku terluka. Di dahiku bekas luka itu masih saja ada sampai aku beranjak dewasa ini.

Aku dan Ayah tak ubahnya seorang sahabat, kemana - mana ayah selalu mengajakku. Tidak jauh dari rumah kami, ada sebuah warung bakso kecil langganan ayah, dulu hanya warung itu saja yang ada. Kami berdua sering sekali pergi ke sana untuk makan bakso, sembari ayah menyuapiku. Dari sudut ke sudut, dari 1990 hingga saat ini, rumah ini tidak banyak mengalami perubahan. Sampai sekarang aku masih saja nyaman tinggal di sebuah kamar kecil berukuran 3 x 4 di rumah ini. Benar - benar Oemah No. 187 adalah rumah yang paling bersejarah untukku dulu, kini, dan sampai kapanpun".